Kampanye terbuka terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2009 dimulai Senin (16/3/2009), hari ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam serangkaian pemilihan umum 2009. Sampai-sampai Bapak SBY, Bapak JK dan sejumlah menteri juga berkampanye untuk partai politik pilihan masing-masing. Sebelumnya telah didahului dengan ikrar kampanye damai Partai politik peserta Pemilu yang dilangsungkan di PRJ, Kemayoran, Jakarta. Ada pernyataan damai di sana dalam mengiringi kata kampanye yang berarti sikap dan tindakan untuk memengaruhi, mengajak masyarakat untuk memilih parpol dan caleg tertentu. Namun, masyarakat maklum karena kata damai itu hanya sebuah “gincu” pemanis yang dalam operasional di lapangan, Faktanya, pengalaman menunjukkan kampanye justru membuat pengguna jalan lainnya menahan diri karena ruas-ruas jalan dipadati massa dan simpatisan parpol yang sedang berkonvoi.
Kampanye terbuka dimulai 16 Maret dan berakhir 5 April mendatang. Kampanye terbuka kali ini dibagi dalam tiga zona. Zona 1 meliputi Sumatra dan DKI Jakarta, zona 2 (Jawa minus DKI Jakarta, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel, Kalteng) dan zona 3 (Kaltim, Sulawesi, Maluku dan Papua). Dalam rentang waktu tersebut maka slogan, simbol-simbol, barang cetakan, rekaman berbentuk gambar atau suara hingga simbol-simbol banyak bermunculan dan menjadi medium untuk menarik masyarakat pemilih (calon pemilih). Semua itu akan memenuhi ruang publik dan masyarakat “dipaksa” untuk mendengarkan janji-janji muluk tanpa punya jaminan apapun tentang seluruh hal yang disuarakan dan dijanjikan di masa kampanye terbuka itu bakal terwujud di masa normal nanti.
Kita berharap kampanye terbuka yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi aktif tidak diwarnai dengan pengumbaran janji-janji muluk. Tentunya disarankan agar pejabat pemerintah yang menjadi juru kampanye dan calon anggota legislatif (caleg) berjanji secara realistis. Misalnya, akan mengawal penggunaan dan alokasi APBD atau APBN untuk masyarakat sesuai dengan program yang dibuat bersama pemerintah. Jika janji-janji muluk masih terdengar dan terjadi lagi, potensi apatisme politik masyarakat akan terbuka lebar. Oleh karena itu, para elite politik saat berkampanye hendaknya mengedepankan etika fungsional dengan cara bersimpati terhadap kondisi masyarakat dan bukan berlindung di balik gemerlapan partai politik.
Pemilu 2009 merupakan harapan baru dimana harapan itu bisa menjadi manifes, tetapi juga bisa menjadi titik lemah. Pemilu 2009 akan menjadi manifes apabila nanti berjalan spektakuler dan menimbulkan harapan positif bagi masa depan bangsa. Namun, di sisi lain, Pemilu 2009 akan menjadi titik lemah apabila di balik kampanye dan “ritual” pemilu masih terselip transaksi politik, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi.
Kepada peserta Pemilu (38 partai nasional), kita juga menyampaikan untuk senantiasa tertib dan taat aturan. Seluruh ketentuan yang digariskan KPU serta jadwal kampanye haruslah jadi panduan mereka. KPU pun harus tegas menjalankan ketentuan. Bertindaklah adil, karena KPU sejatinya merupakan salah satu “mesin demokrasi”. Demikian pula, peserta kampanye (pendukung dan simpatisan parpol) tak perlulah membawa anak-anak ke rapat-rapat umum atau konvoi di jalanan. Anak-anak harus dilindungi dari kemungkinan eksploitasi. Toh, mereka belum punya hak pilih. Jadi untuk apa dilibatkan!
Terakhir, kita ingatkan sekali lagi. Dalam demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat. Jadi rakyat bebas menentukan pilihan sendiri. Seperti dua Pemilu yang telah lewat banyak sekali parpol yang mengincar Anda. Demikian pula, caleg yang saat ini harus bersaing di antara mereka dalam satu parpol. Kenali mereka. Usut rekam jejak para caleg tersebut. Lalu simpulkan, mereka bersih atau busuk. Jika saat ini Anda sudah punya preferensi atas parpol dan caleg. Jangan-jangan kampanye terbuka yang kerap ditaburi musik—kebanyakan dangdut nan seronok—itu tak diperlukan lagi!.
Selamat Berpesta Demokrasi Bangsaku dan Damai itu Indah.