Meski tersembunyi wilayah di selatan Pulau Kalimantan, kota ini luar biasa dan telah dikenal hingga mancanegara berkat ragam bebatuan mulia yang dikandung buminya. Dengan penuh percaya diri, kota tersembunyi ini pun memproklamirkan diri sebagai Kota Berintan.
Julukan “Kota Berintan” yang disandang oleh Martapura memang tepat. Sebab kota ini menjadi penghasil aneka batu mulia berkualitas tinggi dan banyak diminati oleh pencinta aksesoris dari berbagai belahan dunia.
Intan dan kota Martapura memang tak bisa dipisahkan. Sudah sejak lama, kota ini sudah menjadi obyek para penambang batu mulia. Begitu pula pada masa kolonial. Kaum penjajah pun tak ingin ketinggalan untuk mengecap manisnya kekayaan alam Martapura.
Salah satu berita besar sekaligus mengangkat Martapura sebagai penghasil batu mulia terbaik adalah adanya penemuan intan berkualitas tinggi yang dinamakan Trisakti pada tahun 1965 silam. Ditemukan di kawasan Cempaka, intan ini memiliki kualitas senilai 166,75 karat. Tak hanya itu, pada 2008 lalu juga ditemukan “Puteri Malu”. Kali ini, intan cantik ini berkualitas 200 karat.
Aktivitas penambangan intan di Martapura sendiri masih berlangsung sampai saat ini dan para pendulang intan yang ada umumnya masih menggunakan cara dan peralatan tradisional, seperti nampan kayu. Hanya sebagian kecil saja yang menggunakan alat modern. Hal ini pula yang menjadi salah satu daya tarik bagi para wisatawan.
Aktivitas pendulangan intan kini bukan hanya “milik” para pendulang tapi juga wisatawan. Sebab, lokasi pendulangan intan juga telah ditetapkan sebagai obyek wisata oleh pemerintah kota. Di desa Cempaka misalnya, wisatawan bisa menyaksikan secara langsung aktivitas para pendulang intan bahkan ikut mendulang bersama. Seru bukan?
Untuk menuju desa Cempaka sendiri relatif mudah. Dari Banjarbaru atau Banjarmasin, hanya perlu waktu sekitar 30 menit atau 45 menit dengan kendaraan bermotor. Kondisi jalan secara umum juga sudah baik. Hanya beberapa ratus meter menjelang lokasi pendulangan saja yang masih bergelombang.
Di Martapura juga terdapat pusat penjualan aksesoris yang dikenal dengan Pusat Pertokoan Cahaya Bumi Selamat. Terletak di pusat kota, di sini para wisatawan dapat memilih aneka perhiasan maupun suvenir dari intan Martapura, dalam berbagai model berikut harga yang menarik.
Kota Yang Religius
Kota Martapura yang tenang juga memiliki ciri khas lain, selain intan. Saat menjelajah kota ini, anda mungkin akan menjumpai berbagai papan nama gedung atau nama jalan yang ditulis dengan huruf Arab, selain huruf latin.
Kondisi di atas terjadi karena Martapura telah memposisikan dirinya sebagai kota yang religius. Bahkan, tak sedikit yang kemudian menjuluki kota ini layaknya julukan Nanggroe Aceh Darussalam, yakni Serambi Mekkah.
Semua itu cukup beralasan mengingat Martapura pernah menjadi pusat Kesultanan Banjar, kesultanan Islam terbesar di Borneo. Kota yang dulu bernama Kayutangi ini juga pernah memiliki ulama besar, yaitu Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang juga penulis Kitab Sabilal Muhtadin. Kitab inilah yang kemudian menjadi rujukan umat Islam di kawasan Asia Tenggara.
Nuansa islami di Martapura turut nampak pada tugu kota. Identitas kota ini dihiasi oleh elemen kaligrafi yang indah berikut taman yang asri.
Obyek lain yang menggambarkan betapa agamisnya Kota Berintan nampak pada bangunan Masjid Agung Al Karomah. Masjid ini merupakan masjid tertua dan terbesar di Martapura. Masjid yang dulu bernama Masjid Jami’ Martapura itu nampak megah dengan bangunannya yang bergaya Eropa. Dengan kubahnya yang seperti buah bawang dan berwarna-warni, serta menaranya yang menjulang tinggi, membuat masjid ini terlihat anggun.
Masjid Agung Al Karomah memang telah mengalami beberapa kali perubahan. Namun ada sejumlah elemen yang masih dipertahankan, yang salah satunya adalah empat buah tiang di bagian tengah masjid yang berbahan kayu Ulin. Selain itu, mimbar yang berusia satu abad lebih, adalah elemen lain yang ikut dipertahankan pada masjid kebanggaan warga Martapura ini.
Aneka Wadai Unik
Bagi para penikmat kuliner, khususnya kudapan ringan, Martapura bisa dibilang sebagai surga. Pasalnya, di kota ini anda bisa menemukan beragam jenis hidangan berat maupun ringan yang akan menyuguhkan rasa serta pengalaman yang unik.
Bila di banyak tempat kacang hijau diolah menjadi bubur yang manis, tidak demikian dengan di Martapaura. Di sini, kacang hijau diolah menjadi hidangan sop. Populer dengan sebutan Sop Kacang Ijo, hidangan ini memiliki rasa yang gurih-nikmat. Sangat pas bila dijadikan sebagai menu sarapan pagi. Ketika menyantap sop ini, warga setempat biasa menambahkan jeruk nipis atau sambal. Tapi, hati-hati dengan sambal Banjar karena meski sedikit, rasa pedasnya bisa “membakar” lidah.
Martapura juga juga kaya akan wadai alias kue basah. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya bisa mencapai lebih dari 40 jenis, mulai dari kelelepon hingga aneka jenis binka. Dari sekian wadai itu, kelelepon adalah kudapan yang paling banyak diminati karena ukurannya yang mini serta rasanya yang lembut dan manis.
Yang menarik, kita tak perlu berpindah-pindah rumah makan untuk menemukan hidangan dan wadai tersebut. Dengan mampir ke “Warung Kembar” di bilangan Jalan Pangeran Abdul Rahman, tak jauh dari area tugu kota Martapura, anda bisa mendapatkan semuanya. Jadi, pastikan untuk mencicipi wadai ala Martapura ini.
Teks & Foto: Adi Supriyatna